Pamungkas.id - Sesuatu menyadarkanku pagi ini bahwa kita tidak akan pernah sadar akan kesalahan kita kalau kita sibuk menimpakan kesalahan itu pada orang lain. Menyalahkan orang lain. Itulah yang selalu aku lakukan tiap kali hal- hal buruk datang dalam hidupku. Lebih mudah bagiku untuk berpikir bahwa orang lain lah yang telah menyerang dan mulai menghancurkanku dari luar. Seakan- akan tidak ada kerjaan lain bagi mereka selain untuk membuat diri ini lemah. Pagi ini terbesit dalam pikiranku, memangnya siapa aku? hingga semua orang di sekitarku harus meluangkan energinya untuk aku? Betapa sempitnya pikiran ini. Stupid! Monster yang mengepungku dan menghantuiku ternyata adalah bayanganku sendiri. Kegagalanku untuk beradaptasi cepat terhadap perubahan, jujur kepada diri sendiri, legowo menerima, berpikir positif terhadap jalan Tuhan, sabar dalam kebajikan ternyata yang selama ini menghalangi mata batinku hingga tak mampu mengenali keindahan dan kebahagiaan. kebahagiaan tidak pernah meninggalkanku, tapi nuraniku yang tertutup membuatku tak menyadari langkah kakiku menjauhinya.
Setiap perubahan yang terjadi aku maknai dengan kehancuran keseluruhan hidupku. aku lupa hukum Newton II bahwa alam semesta ini cenderung menghendaki Status-Quo. Setiap perubahan akan menarik perasaan tidak menyenangkan. Aku juga lupa bahwa kehidupan ini sebaliknya, harus selalu berubah. Perubahan akan selalu datang, baik kita inginkan atau tidak. Sayangnya aku gagal dalam peperangan itu. Di saat aku berhiperbola dan terhisap arus putaran waktu aku menarik semakin banyak energi negatif memasuki hati dan pikiranku. Semuanya bersarang dalam dadaku dan parahnya mulai kupancarkan di sekitarku, layaknya sel sakit kanker yang tanpa ampun menggerogoti sel di sekitarnya. Jujur kuakui aku pernah menjadi manusia sampah, yang hanya menjadi penarik semua masalah tanpa merasa bersalah telah melakukannya, justru sebaliknya menyalahkan orang lain. Aku sakit tanpa pernah tahu kalau aku sakit, tapi justru merasa senang membuat orang lain sakit.
Aku ingin obat, ingin mengobati dan ingin terobati. Terlalu banyak hati yang telah tersakiti dan harapan yang kukecewakan. Orang tua, sahabat dan orang yang kusayangi pernah kutinggalkan demi sesuatu yang belakangan kukenali sebagai egoku. Ego yang terlalu besar hingga dunia tak mampu menampungnya dan meledak di dadaku. Beruntung Tuhan begitu pengasih sehingga mereka tak pernah meninggalkanku. Aku hanya butuh waktu untuk menempuh perjalanan pulang. Pulang ke jalan yang dulu pernah kutinggalkan. Sepenuhnya aku sadar bahwa jalan untuk kembali selalu lebih panjang dan terjal dari sebelumnya. Tapi harus kucoba, setidaknya itulah kesempatan terakhirku.
@cocoricodisko