Pamungkas.id - Infrastruktur memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Infrastruktur yang handal akan mendongkrak sektor ekonomi bahkan lebih jauh akan meningkatkan daya saing bangsa dalam kancah internasional. Oleh karenanya tidak heran jika World Economic Forum menempatkan Infrastruktur sebagai pilar kedua untuk penilaian basic requirement terhadap Global Competitiveness Index suatu negara. Tahun 2015 Indonesia menduduki peringkat 37 dari 140 negara yang disurvei, atau turun tiga peringkat dari tahun sebelumnya. Hasil ini tentu saja tidak menggembirakan mengingat peringkat ini masih dibawah negara- negara ASEAN seperti Singapura (2), Malaysia (18) dan Thailand (32).
Kehandalan infrastruktur salah satunya dinilai dengan pemenuhan terhadap aspek keselamatan (safety). Aspek keselamatan tidak hanya ditinjau pada saat pelaksanaan konstruksi tetapi juga saat masa pemanfaatan, pemeliharaan sampai pembongkaran infrastruktur tersebut. Hal ini didukung pula adanya pergeseran paradigma bahwa yang semula “hanya pandai membangun”, harus pula mulai “pandai merawat dan me-manage”.
Keselamatan Konstruksi di Korea Selatan
Perkembangan infrastruktur suatu negara sangat berkaitan erat dengan keadaan ekonomi negara tersebut. Korea Selatan yang merupakan salah satu raksasa ekonomi di Asia memiliki infrastruktur yang sangat maju saat ini. Akan tetapi hal ini tidak terjadi begitu saja melainkan hasil kerja keras pengembangan kapasitas, kapabilitas, sistem dan manajemen selama bertahun- tahun. Korea dilanda perang saudara pada tahun 1950 – 1953 yang menyebabkan ekonomi mereka terpuruk. Gross Domestic Product (GDP) per capita hanya 76 USD pada tahun 1950-an. Terpuruknya ekonomi akibat perang menyebabkan pembangunan infrastruktur mereka stagnan. Usai perang, perlahan lahan ekonomi Korea Selatan membaik. GDP per capita naik tajam mendekati 5.000 USD antara periode 1970 -1980 dan bahkan menjadi sekitar 30.000 USD saat ini.
GDP Perkapita Korea Selatan |
Pesatnya pertumbuhan ekonomi diikuti meningkatnya pembangunan infrastruktur. Pembangunan yang pesat mampu meningkatkan tingkat kepercayaan publik kepada pemerintahnya dan membuat mereka bangga karena telah berhasil menjadikan Korea Selatan menjadi negara maju. Akan tetapi pembangunan yang pesat ini mulai menjadi bencana ketika satu demi satu tragedi infrastruktur terjadi. Diawali dari robohnya Wawoo Apartemen di Seoul pada April 1970 yang menewaskan 34 orang, lalu berlanjut pada Januari 1993 dengan robohnya Uam Apartemen yang menewaskan 28 orang.
Tragedi Wawoo Apartment (1970) dan Uam Apartment (1993) |
Puncaknya adalah terjadinya tragedi yang bahkan menjadi sorotan internasional yaitu runtuhnya Seongsu Bridge (Oktober 1994) yang menewaskan 32 orang dan robohnya Sampoong Departement Store di Seoul (Juni 1995) yang menewaskan 502 orang.
Tragedi Seoungsu (1994) dan Sampoong (1995) |
Tragedi demi tragedi menyadarkan pemerintah Korea Selatan bahwa pembangunan infrastruktur saja tidak cukup tanpa diikuti pengembangan sistem manajemen yang baik. Sistem manajemen ini harus mampu memberikan informasi yang cepat dan akurat serta menjamin keselamatan/ safety warga masyarakat tentang infrastruktur yang ada di sekitar mereka. Pemerintah Korea Selatan serius menata kembali sistem manajamen keselamatan infrastruktur mereka dengan mengeluarkan Undang- Undang Khusus yaitu Special Act On The Safety Control Of Public Structures No. 12981 tahun 1995 dan terus disempurnakan sampai tahun 2015. Undang- Undang ini dilengkapi dengan Peraturan Presiden/ Presidential Decree No. 26029 Enforcement Decree of the Special Act on the Safety Control of Public Structures. dan Peraturan Menteri/ Ordinance of the Ministry of Land, Infrastructure and Transport No.175 Enforcement Rules of the Special Act on the Safety Control of Public Structures. Seluruh peraturan tersebut mengatur secara ketat dan detail manajemen keselamatan untuk infrastruktur publik. Peraturan tersebut juga menjadi dasar berdirinya Korea Infrastructure Safety Technology Corporation (KISTEC)2 untuk melakukan inspeksi dan assesmen terhadap infrastruktur yang ada di Korea Selatan. Selain itu pemerintah Korea Selatan juga mengembangkan sistem manajemen yang lebih modern dengan memanfaatkan teknologi informasi yaitu FMS (Facility Management System) yang memuat seluruh data infrastruktur mereka dari mulai konstruksi, riwayat perbaikan, biaya konstruksi dan perbaikan, peringkat/ grade bangunan serta pengaduan publik. Langkah serius dan menyeluruh pemerintah Korea Selatan menyebabkan perbaikan yang signifikan terhadap kondisi infrastruktur mereka dengan makin sedikitnya bangunan yang memerlukan perbaikan besar, dan nihilnya tragedi infrastruktur.
Inspeksi Indeks dan Jumlah Perbaikan Infrastruktur Korea Selatan |
Keselamatan Konstruksi di Indonesia
Indonesia sebagai negara berkembang menunjukkan hal yang mirip yang sudah terjadi di Korea Selatan. GDP per kapita Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dan pembangunan infrastruktur terus dipacu.
GDP per kapita Indonesia |
Lebih khusus pada era pemerintahan presiden Joko Widodo saat ini melalui program Nawa Cita yang
mengharuskan pembangunan infrastruktur sebanyak mungkin dan secepat mungkin. Target- target ambisius di bidang infrastruktur telah ditetapkan demi memenuhi apa yang disebut sebagai “percepatan pembangunan”.
Target Pembangunan Infrastruktur Indonesia 2015 s.d. 2019 |
Mirip dengan apa yang telah terjadi di Korea Selatan, ketika pembangunan infrastruktur terus meningkat tanpa regulasi ketat untuk menjamin keamanannya, tragedi mulai terjadi di Indonesia. Tercatat beberapa kasus kegagalan bangunan maupun kegagalan konstruksi semakin sering terjadi. Kegagalan bangunan diantaranya adalah jebolnya tanggul Situ Gintung (Maret 2009) yang menewaskan 32 orang, robohnya jembatan Kutai Kartanegara (Nopember 2011) yang menewaskan 40 orang.
Tragedi situ gintung (2009) dan Jembatan Kukar (2011) |
Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum memiliki perundangan yang spesifik mengatur tentang keselamatan infrastruktur publik. Aspek keselamatan sedikit disinggung dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, akan tetapi UU ini hanya mencakup keselamatan pekerja konstruksi. Aspek keselamatan dan pemeliharan gedung sedikit disinggung dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang didukung dengan Permen PU No.24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Gedung. Untuk keselamatan bendungan hanya ada pada level Peraturan Menteri, yaitu Permen PUPR No.27/PRT/M/2015 tentang Bendungan dan diatur spesifik dalam Keputusan Dirjen Sumber Daya Air No.05/KPTS/2003 tentang Pedoman Inspeksi dan Evaluasi Keamanan Bendungan, dan juga Permen PU No.72/PRT/1997 Jo. Kepmen Kimpraswil No. 296/KPTS/M/2001 tentang Keamanan Bendungan yang menjadi dasar pendirian Komisi Keamanan Bendungan. Sementara untuk Jembatan dan Terowongan diatur dalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Aspek Keselamatannya diatur dalam Permen PUPR No. 41/PRT/M/2015 tentang Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan. Sekaligus menjadi dasar keluarnya Kepmen PUPR No. 485/KPTS/M/2015 tentang Pembentukan Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ). Sementara itu Ditjen Bina Konstruksi juga menginisiasi terbitnya Permen PU No. 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman SMK3 bidang PU dan Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 66/SE/M/2015 tentang Biaya Penyelenggaraan SMK3 Bidang Pekerjaan Umum, namun peraturan ini masih terbatas untuk sistem manajemen keselamatan pada saat masa konstruksi dan lebih banyak berfokus pada keselamatan pekerja konstruksi saja.
Baca Juga: Kasus Kegagalan Konstruksi di Indonesia Th 2018 (Bag.2)
Baca Juga: Kasus Kegagalan Konstruksi di Indonesia Th 2018 (Bag.2)
Kalau dilihat dari peraturan perundangan yang sudah ada maka sangat terkesan sektoral dan tidak menyeluruh. Peraturan yang ada mayoritas masih terbatas pada infrastruktur yang dibawah kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Infrastruktur yang ada di bawah wewenang kementerian lain, pemerintah daerah, atau dimiliki pihak swasta belum banyak diatur. Hal ini menjadi tantangan yang harus dihadapi pemerintah Indonesia untuk mengembangkan sistem manajemen infrastruktur dalam rangka menjamin keselamatan publik.